Suara itu, Karinding!!! aku mendengarnya tanpa sengaja, mengingatkanku pada sebuah perbincangan masa lalu, disaat kau menjanjikan mahar seperangkat karinding Sunda, dan karena memang aku menginginkannya. tapi sampai detik ini jangankan untuk memiliki, memainkannya pun aku belum pernah. kapan? pertanyaan abstrak yang hanya menajamkan belati di jantungku.
suara itu, komposisi yang sering kau putar di ruang kamar yang sesak, bersama kopi dan rokok, ditemani wangi amber coklat seharga setengah juta, yang aku berikan dengan berat hati. karena ternyata kau menginginkan apa yang ku punya. barangku, barangmu, milikku, milikmu. haha..aku hanya tertawa berkaca-kaca. mengingat kebodohan absurd, mengingat ceritamu tentang puluhan wanita yang tragis. dan kau bilang aku salah satu dari yang tragis. ternyata memang, bukan hanya tragis tapi melukai perasaan laki-laki yang paling aku hormati. Ayahku. Ayahku yang begitu tegar, Ayahku yang bersujud menyalahkan dirinya, memeluk anak gadisnya dengan tangisan yang keras, aku belum pernah melihat dan mendengar Ayah sesedih itu, hingga ku lihat setiap langkahnya begitu sakit. setiap nafasnya hanya ingin melupakan kesalahannya mengabaikanku. Siang itu hanya bisa terdiam dengan tangis. bukan karena rasa sakit yang kurasa, tapi karena Ayah yang berjuang setengah mati, untukku, lalu bagaimana harus ku perbaiki keadaan ini? sekali lagi itu pertanyaan abstrak yang tak mampu menjahit kepedihan ini dengan senar gitar yang putus.
Suara itu, mengingatkanku. tentang rasa bersalah dan kehilangan. antara keinginan dan ego jiwa. tergesa-gesa dan memaksakan sesuatu yang tidak mungkin. kau coba berbaik hati, dengan bahasa dan janji. kau selalu bicara tentang niat baik. tapi itu ternyata hanya mengecewakan sampai ke memori paling intim. tak ada yang mampu menghapus kenangan buruk itu di kepalaku selain izin Tuhan yang maha Pengasih.
aku pikir hebat, mendengarkan laras-laras yang kau mainkan , menghayati sampai hilang kesadaranku. disaat itupula kau tiupkan mantra dewi Pohaci , merangkulku dalam kegelapan, dalam jurang kehancuran. aku sadar tapi seperti boneka santet. kau tusuki jarum, kau robek jantungku lalu kau masukan serpihan silet-silet itu , aku masih ingat saat kau jahitkan senar gitar yang putus itu di dadaku, naik dan turun . menyakitkan. mempermainkan perasaan . kau tenangkan sesaat, selebihnya hanya ancaman menggantung nyawaku di alam yang tak ku kenal. kau seret, kau banting hingga ke dasar jurang kematian.
hingga tiba malam, dimana aku harus telanjang, bermandikan air do'a Ibunda yang suci. memandikanku dengan tangis. membasuh raga tanpa jiwa, berusaha mengembalikan keping-keping hidup. aku nyaris tak berpijak pada tanah. bahkan memang sudah bau tanah. Ibunda tak berhenti diam, menghalangi Izroil mencariku. tak pernah kurasakan hidup ini begitu remuk. karena ambisi dan maharmu.
aku masih sekarat, seorang malaikat mengajarkanku tentang talkin, membimbingku menyebut Tuhan. Tuhan... sakit apa ini? sakit yang meratakan jantungku dengan tanah. Alfatihah milikmu belum mampu membuatku kembali tersenyum. aku sanggup berjalan, tapi rasanya kosong. Tuhan , mereka bilang aku tak beriman, hingga siapapun mudah menyakitiku, apa aku yang bodoh? mengijinkan mereka menyakitiku. Tuhan aku ingin hidup tanpa suara itu lagi. Tuhan.. Tuhan.. (semakin lirih ku sebut namaNya). aku kembali tak sadar untuk kesekian kalinya. aku pasrah tertidur kali ini, berharap esok masih bisa terbangun lagi.
dalam mimpi,
mimpi yang tak ku mengerti
nyata atau ilusi malaikat itu datang tersenyum redup membawaku terbang ke dimensi yang lebih rumit.
" Aku selalu mengikutimu, tapi tak pernah kau sadari selama ini. kau selalu merasa sendiri padahal sebenarnya tidak demikian. aku memang tak terlihat tapi seharusnya kau mampu rasa...Tuhan mengubahku menjadi manusia, setelah nanti kau terjaga. bukan untuk mencatat amal-amalmu, bukan untuk memperhitungkan baik buruknya, tapi mencintaimu sampai mati, menciumi perih lukamu, hingga menjadikannya tiada, atas izin Tuhan yang Maha mengobati"
semuanya menjadi putih dan melawan gravitasi . Tuhan lebih mengerti memasangkan perasaan ini pada siapa? aku tak ingin berkeras hati seperti dulu. bagiku cinta dan keinginan itu berbeda. cinta bukan tempat dimana rasa ingin itu harus terpenuhi. cinta bukan hanya sekedar aku dan kamu. cinta adalah interaksi jiwa yang murni tanpa pernah menuntut balas terhadap apa yang kita jalani, entah itu tali kasih atau profesi. cinta tidak menyakiti. kalaupun menyakiti itu adalah iblis. rasa sayang tak pernah mengorbankan perasaan menjadi sakit. cinta terbaik adalah keadaan dimana kita sanggup ikhlas dengan apapun yang terjadi.
aah.. itu hanya mimpi, aku harus bangun melanjutkan harapan hidup yang masih ada. suara itu cukup menghipnotis, hingga sempat ku hirup atmosfernya yang beracun. tapi itu hanya sisa ingatan yang tak berarti. aku harus terbangun. aku ingin memeluk Ayah dan Bunda bersujud memohon maaf, Tuhan beri waktu lebih lama untuk berbakti dan membahagiakan mereka. jadikan aku Shalehah, do'aku Ayah dan Bunda kelak ada di dalam SurgaMu... bersama malaikat itu ..aamiin..
0 komentar:
Posting Komentar